Konflik di tempat kerja adalah sebuah kepastian. Itu wajar karena setiap manusia memiliki sifat, sikap, pikiran, dan sudut pandangnya masing-masing. Itulah sebabnya tidak ada strategi untuk membuat perusahaan bebas konflik, hanya ada strategi bagaimana cara “manajemen” konflik.

Kalau anda berharap membuat organisasi bebas konflik, silahkan bermimpi saja. Bisa juga dengan merekrut robot-robot untuk menjadi karyawan. Karena manusia yang menjadi karyawan itu bukan robot. Mereka punya pikiran yang unik dan harus dihargai.

Di artikel berikut ini kami akan mengulas lebih dalam bagaimana strategi manajemen konflik yang efektif agar organisasi dapat bergerak lebih lincah dan menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Membedah Manajemen Konflik

Kita mesti memulainya dengan memahami lebih dulu definisi konflik. Banyak referensi tentang konflik bergantung sudut pandang keilmuannya, baik psikologi, ataupun manajemen. Namun kita bisa garisbawahi bahwa, konflik adalah dampak dari perbedaan reaksi beberapa orang yang tidak direspon dengan baik oleh orang lain ketika menyikapi suatu hal.

Di perusahaan misalnya, konflik karyawan bisa jadi merespon tentang apa yang diproduksi, bagaimana cara memproduksi, di mana diproduksinya, kapan jadwal kerja produksi, dan bagaimana pembagian pendapatan hasil produksi.

Definisi sederhana manajemen konflik adalah “serangkaian reaksi” dari stakeholder, dalam hal ini Tim Human Resource,  untuk menyikapi konflik yang terjadi di perusahaan. Reaksi tersebut diimplementasikan menjadi aksi nyata, yang dapat secara formal diambil perusahaan untuk  menyelesaikan konflik dengan efektif.

Aksi perusahaan dalam manajemen konflik tentu haruslah menyesuaikan dengan tingkat urgensi dari tiap konflik. Tiap konflik memiliki karakternya sendiri, ada konflik karyawan dengan karyawan, ada pula konflik antara karyawan dengan perusahaan. Dua jenis konflik ini mesti ditangani dengan cepat dan tepat, agar beban bisa segera diangkat dan kinerja perusahaan bisa berlari lagi.

Perusahaan yang baik tentunya perusahaan yang handal dalam melakukan manajemen konflik. Semakin besar perusahaan, semakin banyak karyawan yang dipekerjakan, semakin besar nilai produksi dan pendapatan perusahaan, akan membuka lebar peluang konflik kepentingan. Untuk itu, perhatikan hal-hal berikut sebagai langkah preventif manajemen konflik.

1. Hadirkan Iklim Kerja Harmonis

Anda mesti memahami, manusia bukanlah robot bernyawa yang bisa diperintah semaunya. Anda butuh karyawan yang memberikan karya terbaiknya pada perusahaan. Bukan karyawan yang sekadar berkarya karena butuh uang, karena uang tidak dapat membeli performa, loyalitas, dan totalitas karyawan. Ini yang harus kita pahami.

Yang pasti, Anda mesti mengerti bagaimana cara memimpin, bukan mengendalikan. Memimpin dari dalam lingkaran, bukan bertitah dari singgasana, lalu tunjuk sana sini. Kalau tidak puas, pecat sana sini. Percayalah, perusahaan anda tinggal menunggu tenggelam dimakan zaman jika “diatur” dengan cara itu.

Kita ambil contoh, Alibaba dapat bertahan dan tetap berlari kencang, walaupun bertahun-tahun merintis dan tidak mendapatkan keuntungan sepeserpun. Berkat kegigihan itulah, mereka sekarang manjadi global player dalam bisnis digital. Salah satu faktornya ternyata karena Jack Ma, mampu menciptakan iklim kerja yang harmonis dengan model flat manajemen.

Karyawan Alibaba bekerja dan berkarya bukan karena sekadar dibayar, tapi karena percaya pada ide yang dibangun oleh Jack Ma. Tim HR Alibaba berhasil memasukkan semangat dan ide tersebut ke dalam pikiran tiap karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan loyal dan total.

Kunci menciptakan iklim kerja yang harmonis adalah gaya perusahaan dalam berkomunikasi dengan karyawan. Silahkan pilih, bekerja dengan robot bernyawa yang sekadar bekerja demi hidup. Atau bekerja dengan manusia yang mengeluarkan semua kemampuannya, karena merasa ikut memiliki perusahaan anda.

Semua bergantung bagaimana cara anda berkomunikasi, dan siapa saja tim yang anda amanahkan untuk berkomunikasi dengan karyawan. Baik tim HR, posisi-posisi manajerial, supervisi, hingga tingkat pimpinan paling rendah di perusahaan. Pastikan anda dan mereka itu bukan sekadar handal dalam bekerja secara teknis, tapi handal dalam memimpin dan berkomunikasi.

2. Rantai Jaringan Komunikasi Efektif

Efektivitas kinerja perusahaan sangat bergantung pada rantai jaringan komunikasi perusahaan. Setiap orang di perusahaan harus tahu apa yang harus dikomunikasikan, kapan mengkomunikasikan, dan kepada siapa mereka harus berkomunikasi tentang masalah-masalah pekerjaannya. Semakin jelas dan efisien alur komunikasi, semakin sempit pula celah dari konflik untuk terjadi.

Ini yang harus kita garis bawahi, Komunikasi adalah salah satu faktor terbesar penyumbang konflik dalam organisasi. Susunlah rantai jaringan komunikasi di perusahaan dengan efektif dan baik. Pastikan sistem tersebut berjalan tanpa ada satu jaringan yang terhambat atau putus dari jaringan. Rutinlah memeriksa laporan kondisi komunikasi kerja setiap tim.

Konflik pasti dimulai ketika terjadi hambatan dalam alur komunikasi. Jika itu sudah terdeteksi segera ambil tindakan meresponnya. Periksalah sejak dini, dan jangan biarkan konflik membesar dari miskomunikasi yang kecil.

Menyusun rantai jaringan komunikasi yang efektif haruslah memperhatikan kehandalan dan efisiensi. Jangan menyusun jaringan komunikasi yang berlapis-lapis dalam menangani konflik atau hambatan perusahaan teknis perusahaan. Jika terlalu banyak pimpinan yang harus dikomunikasikan, masalahnya bisa terlanjur besar.

Ramping saja dalam menyusun rantai jaringan komunikasi. Kalau bisa, ketika masalah terjadi kepala tim atau manajer yang berkepentingan bisa segera menyelesaikannya, tanpa harus menunggu instruksi pimpinan lebih tinggi.

Anda bisa membekali tiap manajer dengan kemampuan manejemen konflik dan manajemen komunikasi. Sehingga menyelesaikan konflik bisa secepat menyelesaikan masalah teknis perusahaan.

3. Aturan yang jelas, baku, dan disepakati

Selain rantai jaringan komunikasi yang harus dibuat sejelas mungkin dan sefektif mungkin, aturan kerja yang menjadi “aturan main” juga harus dibuat sejelas dan sefektif mungkin. Kejelasan aturan ini bukan sekadar menempel atau menggantungkan lembaran-lembaran kertas dan spanduk berisi daftar aturan perusahaan.

Faktanya, anda ditantang untuk membuat karyawan anda menjiwai filosofi dari aturan tersebut. Tentunya anda mesti memastikan dulu aturan yang anda buat sangat sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Kultur perusahaan, dan ide besar dari perusahaan yang menjadi karakter anda dan semua orang yang hidup dalam perusahaan tersebut.

Banyak aturan yang dilanggar karyawan karena para pimpinan juga seenaknya membuat atau menerabas peraturan. Kalau para pimpinan seenaknya dengan peraturan, jangan berharap karyawan mendengarkan ocehan filosofis dari peraturan yang telah dibuat.

Anda mesti memastikan peraturannya lengkap. Semua langkah perusahaan dalam menangani masalah, baik teknis maupun konflik dibingkai menjadi peraturan baku yang disepakati dengan karyawan. Semua harus jelas, dari reward, treatment, supervising, maintenance, hingga punishment. Sehingga tidak ada tuduhan perusahaan sewenang-wenang pada karyawannya.

Model-model Manajemen Konflik

Banyak pilihan bagi perusahaan dalam memberikan rangkaian reaksi dan aksi dalam manajemen konflik. Ada yang keras dan penuh intimidasi dan pemaksaan. Seperti strategi penarikan diri dan pemaksaan.

Strategi ini seolahperusahaan mendeklarasikan:

anda boleh tidak suka dengan apapun yang terjadi, tapi silahkan bekerja saja, perusahaan tidak mau tahu”. “Kalau anda terus memaksa, silahkan keluar. Kami pecat anda dan berikan kesempatan pada orang lain”.

Hal semacam ini tidak akan efektif. Anda harus tegas, tapi bukan keras. Anda mesti mendudukan masalahnya dengan adil, bukan seenaknya main tendang dan memandang semua karyawan kerdil.

Anda bisa mempertimbangkan strategi berikut sebagai pedoman manajemen konflik yang efektif, tegas, dan adil. Tiga strategi berikut dapat anda implementasikan terpisah, ataupun bertahap. Bergantung pada seberapa penting, seberapa rumit, dan seberapa besar masalah dalam konflik tersebut.

Ketiganya memiliki kesamaan, yakni memerlukan keterbukaan, kesabaran mendengar, kejujuran, dan kebijaksanaan.

Meja Bundar

Strategi ini menggunakan metode pemecahan masalah terpadu. Tim HR dalam hal ini mewakili perusahaan mengumpulkan semua pihak yang terlibat dalam konflik. Semua masalah digelar dengan jujur di atas meja. Semua argumen dan masalah didengarkan oleh HR.

Strategi ini disebut strategi meja bundar, karena mengondisikan semua yang berkepentingan sama derajatnya. Situasi diarahkan untuk mencapai kesamaan dan kesepakatan. Orientasinya adalah semua bisa diselesaikan dengan saling terbuka dan saling mendengar, lalu bisa saling mengubah sikap dan menerima keadaan.

Strategi ini efektif untuk menyelesaikan konflik antar karyawan. Metode yang digunakan adalah persuasi atau ajakan untuk bersama menurunkan tensi, membahas dengan tenang, dan menyelesaikan masalah secepatnya. Hasil yang ingin dicapai dari strategi ini adalah rujuknya pihak-pihak yang bermasalah.

Rangkaian perubahan yang dilakukan perusahaan sebagai konklusi konflik ini tidak dicapai dengan tawar menawar. Melainkan hasil evluasi perusahaan setelah konflik selesai untuk mencegah konflik serupa terjadi di kemudian hari.

Meja Negosiasi

Berbeda dengan strategi meja bundar, strategi manajemen konflik negosiasi lebih berorientasi untuk memecahkan masalah dengan melakukan transaksi kepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam konflik diberikan kesempatan untuk menyatakan poin keberatannya.

Kedua pihak diarahkan menyelesaikan konflik ini dengan menyepakati sebuah konsesi hasil tawar menawar yang dirasa dapat memuaskan kedua pihak.

Strategi ini efektif untuk menyelesaikan konflik antara perusahaan dengan karyawan. Metodenya adalah dengan mendudukan masalah dengan jujur, dan terbuka. Semua masalah yang disengketakan dibuka akar permasalahannya. Lalu dibuat sebuah kesepakatan yang bisa diterima kedua pihak.

Strategi ini akan menghasilkan perubahan pada kebijakan perusahaan. Perubahan tersebut haruslah sesuai dengan konsesi hasil negosiasi. Semua pihak harus dengan sadar bersama mematuhi konsesi tersebut. Untuk itu penting diberikan klausul penindakan lebih lanjut apabila ada pihak yang melanggar konsesi tersebut.

Meja Arbitrase

Strategi manajemen konflik meja arbitrase adalah dengan peradilan perusahaan. Tim HR, dalam hal ini mesti memposisikan dirinya sebagai hakim untuk menyelesaikan konflik. Orientasinya adalah menemukan apa yang salah, siapa yang bersalah, dan siapa yang harus bertanggungjawab.

Pelaksanaan strategi ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya sudah dibuat aturan perusahaan dan SOP arbitrase dalam menyelesaikan konflik khusus di perusahaan.

Strategi ini efektif untuk menyelesaikan konflik akibat kelalaian dan kesengajaan dari karyawan atau pimpinan perusahaan yang secara jelas merugikan organisasi, baik secara moril serta materiil. Seperti, melakukan penipuan, pelanggaran etika, korupsi, penggelapan, dll.

Metode ini adalah dengan menunjuk orang-orang yang amanah dan dapat dipercaya menjadi hakim. Lalu membawa semua yang mengetahui konflik tersebut ke meja peradilan perusahaan untuk dimintakan keterangan dengan jujur.

Berikutnya semua bukti diperiksa, hasil audit diperiksa. Lalu sesuaikan dengan aturan perusahaan. Dan pada akhirnya berikan penghakiman yang adil, hukuman yang diberikan harus sesuai dengan aturan perusahaan.

Contoh Manajemen Konflik

Banyak kasus yang dapat dijadikan contoh dalam melakukan manejemen konflik dengan tiga strategi ini. Tentunya tiga strategi ini digunakan untuk karakter konflik yang berbeda.

Strategi Meja Bundar contohnya, bisa untuk menyelesaikan konflik antar karyawan di perusahaan. Misalnya konflik yang terjadi antara karyawan karena urusan-urusan pekerjaan yang terjadi di kantor. Ketidaksamaan dalam memandang masalah, atau komunikasi yang tidak lancar karena perbedaan kultur.

Namun harus dipahami dalam manajemen konflik, perusahaan hanya menyelesaikan konflik yang terjadi karena faktor perbedaan pandangan dalam bekerja, perbedaan kinerja, dan masalah yan ditimbulkan di tempat kerja.

Jika konflik tersebut sudah mengarah pada persoalan yang personal, baiknya konflik tersebut diselesaikan oleh dua karyawan sebagai sesama orang dewasa. Sambil ditekankan bahwa jangan sampai konflik tersebut di bawa ke tempat kerja.

Strategi meja negosiasi, bisa untuk menyelesaikan konflik antara karyawan dengan perusahaan. Contohnya jika karyawan protes dengan kebijakan baru perusahaan, atau terkait kebijakan yang secara langsung berdampak pada finansial karyawan.

Perusahaan dapat melakukan negosiasi dengan karyawan untuk mencari kesepakatan. Tentunya kedua pihak mesti mengerti, membuka diri, menajabarkan rasionalisasi serasional mungkin, dan siap merubah posisi tawar menjadi sebuah kesepakatan.

Pihak-pihak yang tidak bisa menerima kesepakatan, bisa dengan sadar mudur dari kesepakatan.

Strategi Meja Arbitrase efektif untuk menyelesaikan konflik yang terjadi ketika terdapat kerugian yang diterima perusahaan ataupun karyawan karena kelalaian seseorang. Misalnya terjadi penggelapan uang perusahaan atau rekayasa keuangan atau kasus-kasus korupsi dan kecurangan lain yang merugikan perusahaan atau karyawan.

Dua hal yang mesti diperhatikan dalam melaksanakan strategi ini adalah adanya peraturan yang cukup dan pihak ketiga sebagai hakim yang amanah dalam menggelar arbitrase. Sehingga keputusan akhir dalam menyelesaikan konflik tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan aturan yang disepakati.

Demikian strategi manajemen konflik beserta contohnya. Konflik memang sudah sewajarnya terjadi. Namun bisa dicegah atau diselesaikan dengan cepat sebelum konflik tersebut membesar.

Konflik harus diselesaikan dengan baik, tegas dan adil. Semua bisa dibicarakan, bisa disepakati, dan diambil keputusan sesuai peraturan yang ada. Cara-cara pemaksaan, keras, dan intimidasi adalah cara yang salah dan harus dihindari.

Every problem is a gift. Without problems we wouldn’t GROW

Anthony Robbins

Baca juga artikel menarik tentang organisasi flat atau artikel lain dikategori Manajemen Kinerja

Write A Comment